Cerpen
Indahnya Hidupku di Senja itu
s
|
enja di upuk
Barat terlihat begitu mempesona, Warna orange di senja itu membuat bola mataku
tak berkedip untuk memandangnya.
Semilir angin menyapu rambutku yang terjerai
panjang, ombak-ombak berlari... bekejar-kejaran. Aku begitu menikmatinya.
Dari kejauhan
aku lihat pohon kelapa yang berjejer rapi di tepi pantai, daun-daunnya menari
indah. Di belakangku juga tampak beberapa pasang remaja yang lagi menikmati
suasana ini.
Pantai ini
membuatku nyaman, pantai ini membuatku lebih bersyukur, pantai ini pula yang
menjadi saksi indahnya kehidupan banyak orang.
“ Pantai Pasar
Bawah.”
Yah... inilah tempat rekreasi yang ada di kotaku. Pantai yang berada di
pusat kota, pantai ini selalu dipenuhi dengan keramaian, apa lagi saat
hari-hari tertentu, seperti hari raya maupun tahun baru misalnya, pengunjung
pantai ini bak semut yang lagi menggerumbuli gula.
Di pinggirnya berjejeran
pula para penjual, di bawah pohon-pohon cemara tersusun rapi kursi santai yang
memang di sediakan para penjual.
Dan di sinilah
tempatku, saat lagi penat dengan berbagai masalah, saat ku sedang ditumpahi
dengan beberapa tugas sekolah.
Bagiku pantai
ini sungguh indah, pantai ini memiliki pesona alam yang luar biasa.
Aku tak mengerti apa yang membuat
langkah kakiku menuju pantai ini, aku tidak lagi putus cinta, aku juga tidak
lagi di tumpahi dengan berbagai tumpukan tugas sekolah, namun batinku yang
mendorongku untuk kesini.
Aku ingin
sendiri, menikmati pantai ini.
Aku tersenyum
meringai, “ Hidup ini indah, sangat indah bahkan terlalu indah. Saat aku mampu
mengikhlaskan sesuatu yang belum bisa aku dapatkan, saat aku bisa menghadapi
setiap cobaan yang kau berikan, dan saat aku bersyukur atas semua nikmatmu ini
Tuhan ....”. Ucapku dalam hati
“Ini teh
botolnya kak.” Ucap anak kecil itu mengagetkanku, sambil menyodorkan teh botol
“Iya...,
makasih dek.”
Teh botol ini
membasahi kerongkongan ku yang terasa begitu haus. Hm....lagi-lagi semilir
angin menyapu rambutku, jiwaku terasa begitu tentram. Seakan hidupku tanpa beban ....
Pikiranku seakan membawaku untuk melihat bagaimana kehidupanku saat ini.
Akhir-akhir ini hidupku terasa berbeda, semua terlihat berubah. Aku lebih berani, aku lebih kuat, bahkan aku sudah tak pernah menumpahkan air mata untuk hal-hal yang bodoh.
Akhir-akhir ini hidupku terasa berbeda, semua terlihat berubah. Aku lebih berani, aku lebih kuat, bahkan aku sudah tak pernah menumpahkan air mata untuk hal-hal yang bodoh.
Pikiran ku
langsung melayang, mengajakku mengingat kenangan-kenangan setahun yang lalu.
Saat betapa bodohnya aku menumpahkan semua air mataku hanya karena putus cinta,
“ Betapa bodohnya aku waktu itu.” Lirihku sambil tersenyum sendiri.
“Ah... wajar
sajalah, itu adalah pengalaman pertamaku dalam mengenal cinta dan aku masih
sangat terlalu polos akan hal itu.” Belahku dalam hati, seakan aku tak terima
diriku sendiri mengatakan kalau aku bodoh.
Siapa yang
membuat hidupku terasa berubah?
Mereka sahabat-sahabatku, yang selalu mengisi hari ku
dengan senyuman.
Namun diantara sahabat-sahabatku ini, ada dua sahabatku yang lebih berbeda. Dua sahabatku ini terlihat begitu dewasa, mengajarkanku tentang kehidupan ini.Dua sahabatku yang selalu hadir dan temani aku, seakan memberikan energi-energi positif yang mampu menghilangkan enegri-energi negatif yang ada di dalam kehidupanku, dan seakan mampu menghilangkan sifat lemahku. Mereka adalah Diar dan Ray...., dua laki-laki yang tampak begitu akrab, bisa dibilang dimana ada Diar pasti ada Ray.
Namun diantara sahabat-sahabatku ini, ada dua sahabatku yang lebih berbeda. Dua sahabatku ini terlihat begitu dewasa, mengajarkanku tentang kehidupan ini.Dua sahabatku yang selalu hadir dan temani aku, seakan memberikan energi-energi positif yang mampu menghilangkan enegri-energi negatif yang ada di dalam kehidupanku, dan seakan mampu menghilangkan sifat lemahku. Mereka adalah Diar dan Ray...., dua laki-laki yang tampak begitu akrab, bisa dibilang dimana ada Diar pasti ada Ray.
Rasanya aku
baru mengenal mereka, namun aku merasa begitu dekat. Wajah mereka pas-pasan,
namun entah mengapa aku bahagia bisa berada di dekat mereka. :-)
Watak mereka
terkadang kasar, namun aku merasakan secercah kasih sayang dari mereka.
Bisa membantu
mereka adalah kebahagiaanku.
" Seandainya...aku
punya kakak laki-laki, mungkin bisa seperti mereka."Khayalku.
"Ehm... atau mungkin mereka bisa jadi kakakku." Ideku dalam hati.
Tiba-tiba handphoneku berdering, " pesan dari Ray." ucapku dalam hati sambil tersenyum.
" Malam Nai... lagi apa?" sapa Ray
" Malam juga Ray, aku lagi baca buku nih, kamu lagi apa Ray?
" Aku juga lagi baca buku loh..".
" Malam juga Ray, aku lagi baca buku nih, kamu lagi apa Ray?
" Aku juga lagi baca buku loh..".
" Sama dong, oh ya Ray, kamu mau nggak jadi kakakku?"
" Kakak? Gak
mau......Nai, ntar kalau aku jadi kakak kamu, aku enggak bisa lebih dekat lagi
sama kamu Naila.” Balas Ray...
Uhm..... Ray,
sahabatku ini sebenarnya memang memendam
rasa denganku sejak kami masih berada di kelas X, padahal saat itu aku belum
terlalu mengenalnya.
Aku hanya mengenal sebatas nama dan wajah. Saat kelas X1, secara kebetulan kami selokal. Tapi kami tidak begitu akrab seperti ini.
Aku hanya mengenal sebatas nama dan wajah. Saat kelas X1, secara kebetulan kami selokal. Tapi kami tidak begitu akrab seperti ini.
Dia tidak
berbeda dibandingkan dengan teman-temanku yang lain.
Namun Lima bulan terakhir ini aku merasa begitu dekat dengan Ray, berawal dari pesan singkat, yah...pesan singkat yang membuat kami lebih dekat. Ray pernah cerita denganku masalah-masalah yang ia hadapi, termasuk tentang cinta.
otakku langsung berselancar, mengingatkanku akan kenangan yang terjadi bersama Ray akhir-akhir ini.
Suatu malam dalam pesan singkat....
" Jadi siapa Wanita itu Ray?'' tanya ku dengan rasa penasaran.
" Wanita itu adalah wanita yang begitu sempurna di mataku, wanita itulah yang membuat aku jatuh cinta, terkadang aku terus berusaha untuk menjauihinya, namun aku tak bisa, maafkan aku Naila... aku belum bisa kasih tau ke kamu siapa wanita itu, tapi aku berjanji suatu saat kamu akan tahu Nai."
Meski sebenarnya aku sudah menyadari apa yang Ray rasakan, dari matanya, yah dari sorot pandangannya membuatku curiga. Namun batinku tampaknya tak mau menyerah, aku masih saja menanyakan siapa wanita itu.
Dan malam saat pernikahan kakakku, kami berkumpul bersama Ray, pacarku, dan teman-teman yang lain dirumahku. Disana kami membuat permainan " Malam Kejujuran".
Saat tiba giliran Ray, lagi-lagi aku menanyakan pertanyaan yang sama, " Siapa wanita itu Ray? Siapa wanita yang pernah kamu ceritakan?" Pertanyaan itu nampaknya membuat Ray galau, ku lihat raut wajahnya, seakan pada malam itu ia ingin sekali mengungkapkannya. Namun ada satu hal yang menghalanginya. Yah... ada pacarku di sana.
Malam semakin membungkam...., pertanyaanku membuat semua terdiam.
" Siapa Ray? kenapa kamu gag jawab?" Desakku..
" Wanita itu adalah Siti." Jawab Ray dengan kaku.
Jantungku terasa berdetak, berdetak dengan sangat kuat, pikiranku hanyut..... Aku semakin yakin dengan semua rasa curigaku.
"Siti?" Yah Siti adalah nama wanita dalam sebuah cerpen yang pernah kami buat bersama.
Aku benar-benar mendapatkan jawabannya. Tapi semua semua tetap saja membuatku tak puas.
Hari-hari terus kami lewati bersama, dan pada suatu malam handphoneku berdering.
"Ray? ada apa? kok nelpon malam-malam?" tanyaku dalam hati
" Halo.. Asalamu'aikum" Sapaku
" Wasalamu'alaikum, lagi apa Nai? sibuk nggak?
" Hem.... gak lagi apa-apa. sibuk? gak juga."
" Hum... bisa keluar bentar gak Nai?
" Keluar? kemana? malas...." jawabku ketus
" Ayolah Nay, sebentar saja. Ada sesuatu yang ingin aku sampaikan ke kamu. Penting Naila."
" Gak..., aku malas. Ngomong aja sekarang, lewat telpon aja yah!"
" Gak bisa Nai, aku mau ngomong tentang perasaan aku yang dulu pernah aku ceritain ke kamu."
Lagi-lagi jantungku berdetak dengan sangat kuat, aku ingin mendengar semua yang ingin Ray sampaikan padaku. Tapi aku sudah tahu, dan rasanya aku tak mampu untuk mendengar semua itu.
" Gak....aku gak mau. Ngomong aja sekarang? kenapa harus ketemu?"
" Ya udah kalau Naila gak mau, tapi aku udah nepatin janji aku, jadi jangan pernah tanya lagi soal ini."
Aku terdiam, apa yang harus ku lakukan? Bukankah aku salalu menunggu janji itu? aku bingung....
" Gimana Nai"? tanya Ray sekali lagi
" Ya udah aku keluar."
Saat aku keluar dari persimpangan rumahku, sudah kulihat Ray menunggu.
" Kemana Ray"?
" Kemana aja, Naila mau kemana?
" Gak tahu "
" Nay... berhenti di sini aja!" ajak Ray
" Aku langsung membelokkan motorku, kami berhenti di sebuah pos kambling yang berada tak terlalu jauh dari rumahku.
Kami duduk disana, hening.... aku terdiam.
Ray yang memulai pembicaraan....
" Nai, kamu mau tahu siapa wanita itu?"
Aku tak sanggup mendengarnya, padahal aku lah yang selalu bertanya tentang semua itu.
" Gak.. gak usah Ray." Elakku dengan begitu kaku
" Kenapa Nai? bukankah kamu yang selalu nanya tentang ini?"
Aku masih terdiam...
"Nai wanita itu adalah wanita yang ada di hadapanku." Ucap Ray dengan lembut.
" Aku? jangan becanda deh Ray." Elakku sambil tertawa untuk membuang semua rasa dag dig ku saat itu.
" Yah kamu, kali ini aku gak lagi becanda Nai. Maafkan aku, aku sadar kamu sekarang udah punya pacar. Aku juga merasa bersalah Nai. Tapi rasa ini selalu menghantuiku.
Aku nggak ada maksud lain, aku cuma ingin kamu tau Nai, lagian aku udah punya rencana, Insya Allah aku gak akan pacaran sebelum nikah."
Aku kembali terdiam..
" Nai rasa ini memang sudah lama aku pendam, aku selalu berusaha untuk menjauihi kamu, dan membuang rasa ini jauh-jauh.
Namun aku nggak bisa Nai, ditambah dengan kedekatan kita akhir-akhir ini membuat rasaku seakan tak tertahan. Kamu nggak marah kan Nai?"
" Iya gag apa-apa Ray, lagian aku udah tahu kok, apa yang kamu rasain."
" Makasih ya Nai..., oh ya jangan karena hal ini, persahabatan kita menjadi rusak. Aku harap kamu gak bakal canggung ke aku Nai."
" Iya Ray, biasa aja kali."
Malam itu berakhir, semua kembali seperti semula. Pertanyaan itu tak lagi merusak pikiranku. Dan persahabatan kami masih tetap indah setelah malam itu.
" Kamplangnya dek...." Tawar lelaki setengah baya itu memecahkan lamunanku.
" Nggak pak....." jawabku sambil tersenyum.
Pikiranku kembali berselancar, mengingat batas mana lamunanku....yah aku menemukannya.
kembali ke pesan.....
“ Ya udah deh... kalau gak mau, aku minta Diar aja yang jadi kakak aku. Jangan nyesel yah...wkwk” Godaku pada Ray.
Namun Lima bulan terakhir ini aku merasa begitu dekat dengan Ray, berawal dari pesan singkat, yah...pesan singkat yang membuat kami lebih dekat. Ray pernah cerita denganku masalah-masalah yang ia hadapi, termasuk tentang cinta.
otakku langsung berselancar, mengingatkanku akan kenangan yang terjadi bersama Ray akhir-akhir ini.
Suatu malam dalam pesan singkat....
" Jadi siapa Wanita itu Ray?'' tanya ku dengan rasa penasaran.
" Wanita itu adalah wanita yang begitu sempurna di mataku, wanita itulah yang membuat aku jatuh cinta, terkadang aku terus berusaha untuk menjauihinya, namun aku tak bisa, maafkan aku Naila... aku belum bisa kasih tau ke kamu siapa wanita itu, tapi aku berjanji suatu saat kamu akan tahu Nai."
Meski sebenarnya aku sudah menyadari apa yang Ray rasakan, dari matanya, yah dari sorot pandangannya membuatku curiga. Namun batinku tampaknya tak mau menyerah, aku masih saja menanyakan siapa wanita itu.
Dan malam saat pernikahan kakakku, kami berkumpul bersama Ray, pacarku, dan teman-teman yang lain dirumahku. Disana kami membuat permainan " Malam Kejujuran".
Saat tiba giliran Ray, lagi-lagi aku menanyakan pertanyaan yang sama, " Siapa wanita itu Ray? Siapa wanita yang pernah kamu ceritakan?" Pertanyaan itu nampaknya membuat Ray galau, ku lihat raut wajahnya, seakan pada malam itu ia ingin sekali mengungkapkannya. Namun ada satu hal yang menghalanginya. Yah... ada pacarku di sana.
Malam semakin membungkam...., pertanyaanku membuat semua terdiam.
" Siapa Ray? kenapa kamu gag jawab?" Desakku..
" Wanita itu adalah Siti." Jawab Ray dengan kaku.
Jantungku terasa berdetak, berdetak dengan sangat kuat, pikiranku hanyut..... Aku semakin yakin dengan semua rasa curigaku.
"Siti?" Yah Siti adalah nama wanita dalam sebuah cerpen yang pernah kami buat bersama.
Aku benar-benar mendapatkan jawabannya. Tapi semua semua tetap saja membuatku tak puas.
Hari-hari terus kami lewati bersama, dan pada suatu malam handphoneku berdering.
"Ray? ada apa? kok nelpon malam-malam?" tanyaku dalam hati
" Halo.. Asalamu'aikum" Sapaku
" Wasalamu'alaikum, lagi apa Nai? sibuk nggak?
" Hem.... gak lagi apa-apa. sibuk? gak juga."
" Hum... bisa keluar bentar gak Nai?
" Keluar? kemana? malas...." jawabku ketus
" Ayolah Nay, sebentar saja. Ada sesuatu yang ingin aku sampaikan ke kamu. Penting Naila."
" Gak..., aku malas. Ngomong aja sekarang, lewat telpon aja yah!"
" Gak bisa Nai, aku mau ngomong tentang perasaan aku yang dulu pernah aku ceritain ke kamu."
Lagi-lagi jantungku berdetak dengan sangat kuat, aku ingin mendengar semua yang ingin Ray sampaikan padaku. Tapi aku sudah tahu, dan rasanya aku tak mampu untuk mendengar semua itu.
" Gak....aku gak mau. Ngomong aja sekarang? kenapa harus ketemu?"
" Ya udah kalau Naila gak mau, tapi aku udah nepatin janji aku, jadi jangan pernah tanya lagi soal ini."
Aku terdiam, apa yang harus ku lakukan? Bukankah aku salalu menunggu janji itu? aku bingung....
" Gimana Nai"? tanya Ray sekali lagi
" Ya udah aku keluar."
Saat aku keluar dari persimpangan rumahku, sudah kulihat Ray menunggu.
" Kemana Ray"?
" Kemana aja, Naila mau kemana?
" Gak tahu "
" Nay... berhenti di sini aja!" ajak Ray
" Aku langsung membelokkan motorku, kami berhenti di sebuah pos kambling yang berada tak terlalu jauh dari rumahku.
Kami duduk disana, hening.... aku terdiam.
Ray yang memulai pembicaraan....
" Nai, kamu mau tahu siapa wanita itu?"
Aku tak sanggup mendengarnya, padahal aku lah yang selalu bertanya tentang semua itu.
" Gak.. gak usah Ray." Elakku dengan begitu kaku
" Kenapa Nai? bukankah kamu yang selalu nanya tentang ini?"
Aku masih terdiam...
"Nai wanita itu adalah wanita yang ada di hadapanku." Ucap Ray dengan lembut.
" Aku? jangan becanda deh Ray." Elakku sambil tertawa untuk membuang semua rasa dag dig ku saat itu.
" Yah kamu, kali ini aku gak lagi becanda Nai. Maafkan aku, aku sadar kamu sekarang udah punya pacar. Aku juga merasa bersalah Nai. Tapi rasa ini selalu menghantuiku.
Aku nggak ada maksud lain, aku cuma ingin kamu tau Nai, lagian aku udah punya rencana, Insya Allah aku gak akan pacaran sebelum nikah."
Aku kembali terdiam..
" Nai rasa ini memang sudah lama aku pendam, aku selalu berusaha untuk menjauihi kamu, dan membuang rasa ini jauh-jauh.
Namun aku nggak bisa Nai, ditambah dengan kedekatan kita akhir-akhir ini membuat rasaku seakan tak tertahan. Kamu nggak marah kan Nai?"
" Iya gag apa-apa Ray, lagian aku udah tahu kok, apa yang kamu rasain."
" Makasih ya Nai..., oh ya jangan karena hal ini, persahabatan kita menjadi rusak. Aku harap kamu gak bakal canggung ke aku Nai."
" Iya Ray, biasa aja kali."
Malam itu berakhir, semua kembali seperti semula. Pertanyaan itu tak lagi merusak pikiranku. Dan persahabatan kami masih tetap indah setelah malam itu.
" Kamplangnya dek...." Tawar lelaki setengah baya itu memecahkan lamunanku.
" Nggak pak....." jawabku sambil tersenyum.
Pikiranku kembali berselancar, mengingat batas mana lamunanku....yah aku menemukannya.
kembali ke pesan.....
“ Ya udah deh... kalau gak mau, aku minta Diar aja yang jadi kakak aku. Jangan nyesel yah...wkwk” Godaku pada Ray.
Aku juga sedang smsan dengan Diar....
“ Nyul, mau
gak jadi kakak ku?” ucap ku lewat pesan dengan Diar. Yah aku memanggil Diar
dengan sebutan unyul, dan dia memanggilku Unyil. itulah panggilan akrab kami
berdua.
“Apa?
Eh....eh.... unyil, masa aku jadi kakak kamu? Gak ah...”
“ Unyul
jahat...,masa gak mau punya adek se cute unyil? Memang sih... orang-orang pasti heran, ngeliat tampang
kakaknya mengerikan, tapi gak apa, Unyil rela kok....hehe :-)”
“ Haha....
mending kamu jadi adeknya Ray aja nyil!”
“ Uhm.... Ray
nya gak mau, ya udah mau enggak mau, unyul sekarang sah jadi kakaknya Unyil,
sekarang Unyil panggil kakak unyul...hehe.’’
“ Unyil...Unyil....,
emang kenapa kamu mau jadi adek aku?”
“Gak ada
apa-apa kakak, aku kan gak punya Kakak laki-laki, dan kita kan udah mau pisah.
Jadi biar lebih dekat ajah kakak...Unyul” Godaku pada Diar.
Entah mengapa rasanya Diar sudah
benar-benar seperti kakakku, aku gak pernah merasa canggung, Aku benar-benar
merasakan kasih sayang dari seorang kakak laki-laki, yang sebelumnya tak pernah
aku rasakan.
Aku menyayanginya dan aku terasa sangat sedih ketika sadar kami tidak bisa sama-sama lagi. Kami akan berpisah...
Aku menyayanginya dan aku terasa sangat sedih ketika sadar kami tidak bisa sama-sama lagi. Kami akan berpisah...
Mungkin
baginya aku berlebihan, tapi aku tak peduli. Aku sudah merasa nyaman dengan
semua ini.
Kehadiran mereka benar-benar membuatku
merasah bahagia, namu saat kebahagiaan itu mulai aku rasakan, perpisahan sudah
semakin dekat.
Tinggal
beberapa hari lagi, akan ku luangkan hari-hariku untuk bersama mereka,
meninggalkah kenangan-kenangan indah.
Hm..... tak terasa senja itu sudah
hampir berakhir. Langit memerah, awan-awan menghitam.Matahari pun tampak
lelah, lalu perlahan matahari indah itu
terbenam ......
Aku bergegas
pulang, pulang dengan senyuman.
Merdunya suasana adzan memecahkan heningnya suasana di jalanan pantai ini.
Saat sampai rumah terlihat ibu yang lagi menungguku di teras.
" Dari mana aja Nay.... magribh-maghrib kok baru pulang?"
" Biasa bu....., liat pantai."
" Ya udah..., cepat masuk ! Ayah sama Kakak kamu udah pulang, kita sholat jemaah."
" Ya bu.."
Di dalam ku lihat Ayah, kakak, dan Adik-adikku sudah bersiap-siap untuk sholat.
Akupun langsung bergegas dengan cepat.
"Ah....hari ini indah..... " Teriakku dalam hati :-)
16 komentar